Arllecta Group baru-baru ini mulai menerapkan algoritma Sense-to-Sense (S2S) yang inovatif berdasarkan teori indra milik perusahaan. Teori ini dapat membantu mengembangkan sistem AI yang mampu melakukan identifikasi diri. Algoritme S2S dibedakan berdasarkan kemampuannya dalam menafsirkan makna dari dokumen berukuran standar dan kumpulan data penyimpanan cloud yang besar.

Algoritme S2S membedakan dirinya dari model GPT yang sudah ada karena memerlukan lebih sedikit data untuk pelatihan karena arsitekturnya yang unik, yang mencakup mesin Boltzmann yang terbatas dan paradigma objek nol. Paradigma ini mengalihkan fokus dari analisis numerik ke analisis semantik. Hal ini penting untuk menciptakan sistem AI yang adaptif dan belajar mandiri. Selain itu, algoritme ini menggunakan fungsi neuroamorfik dan diagram indra untuk tugas-tugas seperti pengelompokan dan pengetikan data agar dapat menyimpulkan makna dalam teks secara lebih alami.

Pendekatan Arllekta juga memungkinkan algoritma S2S untuk membangun hubungan yang bermakna antara objek data yang berbeda, terlepas dari asal atau kriteria klasifikasinya. Fitur ini merupakan penyimpangan dari arsitektur Transformer, yang diyakini perusahaan menimbulkan distorsi signifikan dalam pemrosesan teks. Sebaliknya, algoritma S2S menjaga integritas semantik dari data masukan. Ini penting untuk kesadaran diri AI.

Egger Mielberg, orang di balik Sense Theory dan inti perangkat lunak S2Schat, menekankan bahwa tujuan kognitif algoritme adalah menghasilkan respons yang ringkas dan bermakna dari analisis teks ekstensif, termasuk keseluruhan buku. Algoritme ini memanfaatkan konsep Sense Derivatives dan Sense Entropy untuk menggali lebih dalam konektivitas semantik, memberikan perspektif baru tentang interaksi berbagai elemen data. S2Schat Arllekta, yang masih diterapkan sebagian, sudah menunjukkan hasil yang menjanjikan dibandingkan dengan solusi GPT terkemuka di pasar.